Berobat ke Shinse, Kenapa Tidak?

Mendengar kata sinshe, apa yang terpikir oleh kalian? Seorang Cina tua berjenggot panjang berpakaian ala suhu di film silat Hongkong? Itu adalah bayangan saya. Tidak pernah terlintas dalam pikiran saya bahwa suatu waktu saya harus berobat pada seorang sinshe.

Saat itu saya masih kuliah di Solo, sekitar tahun 1985. Saya menderita penyakit gatal-gatal yang hilang timbul dan sangat mengganggu. Pertama kali hanya terasa sedikit gatal di kaki. Lama-kelamaan gatalnya semakin terasa sehingga  tidak tahan untuk tidak menggaruknya.

Jika digaruk dengan keras, kulit akan memerah dan berbentol-bentol. Jika masih terus digaruk akan menjadi berair dan melebar kemana-mana. Tidak hanya kaki, rasa gatalnya juga timbul di tangan, punggung, perut. Akhirnya, nyaris seluruh badan terasa gatal.

Saat paling parah, seluruh wajah dan kulit kepala juga merah dan berbentol-bentol. Bekas garukan di daerah gatal menyebabkan luka dan berair. Sungguh menjijikkan saat menggaruk kepala yang berair dan menyebabkan rambut menjadi lengket.

Untuk mengobati penyakit gatal tersebut, saya sudah berkali-kali mendatangi dokter spesialis kulit. Obat-obat penyakit kulit harganya sangat mahal, apalagi untuk kantong mahasiswa yang sedang kuliah di luar kota seperti saya. Apakah menjadi sembuh? Ya, sembuh, tapi tidak lama.

Setelah obat dari dokter habis, 3 atau 4 bulan kemudian gatalnya kambuh lagi. Seringkali lebih parah dari sebelumnya. Menurut dokter kulit penyakit gatal-gatal saya disebabkan oleh alergi. Alergi ini bisa menurun tetapi tidak menular.

Tidak jelas juga saya alergi terhadap apa karena walaupun sudah menghindari semua kemungkinan penyebab alergi, penyakit gatal-gatal saya tidak pernah hilang. Bagi kebanyakan orang, penyakit kulit seperti alergi ini sering dianggap enteng. Padahal, penyakit ini sangat menyiksa.

Belum lagi rasa malu yang timbul karena pandangan orang yang melihat wajah, tangan dan kaki kita yang merah, berbentol-bentol dan berair. Sangat menjijikkan, bukan? Belum lagi obat salep racikan dan obat yang harus diminum sangat menguras kantong.

Setelah sekitar 3 tahun lebih hidup dengan penyakit alergi yang hilang timbul, rasanya saya sudah putus asa. Efek dari obat antibiotik yang terus menerus saya minum juga menyebabkan badan saya menjadi kebal.

Pernah suatu waktu saya ke dokter gigi untuk mencabut gigi geraham,  dokter gigi memberi suntikan di gusi tempat gigi yang akan dicabut itu. Setelah beberapa lama, dokter gigi heran karena saya tidak kebal juga, padahal gigi akan segera dicabut. Menurut dokter gigi itu adalah efek dari obat antibiotik yang sering saya minum.

Pernah suatu waktu alergi saya sedang parah-parahnya sampai menyebabkan beberapa luka di kaki dan tangan. Seorang teman yang melihat keadaan saya menyarankan untuk berobat ke sinshe. Ia sudah sembuh  dari penyakit alergi yang cukup parah. Sinshe? pengobatan macam apa itu? Sangat aneh saya mendengarnya.

Saran teman itu saya ikuti bukan karena percaya, tapi karena tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Saat liburan kuliah, saya mencoba mendatangi tempat sinshe itu.

Tempat praktek sinshe itu  di daerah Pecinan di Glodok, Jakarta Barat. Saat tiba di sana, terlihat deretan toko-toko obat Cina. Ternyata tempat praktek sinshe ada di bagian dalam toko-toko obat Cina itu. Saya langsung menuju ke sebuah toko obat yang disarankan oleh teman saya.

Mudah sekali mengenali toko obat itu. Dibandingkan dengan toko-toko obat lain di sana, toko itu yang pengunjungnya paling ramai.

Dari luar toko sudah tercium bau obat-obatan herbal yang khas. Setelah mengambil nomor antrian, saya masuk ke dalam toko. Suasana di dalam toko obat sangat menarik. Di samping kanan ada lemari produk obat-obatan Cina dan  di sebelah kiri ada beberapa orang yang sedang meramu ramuan. Ada  ruangan pembatas antara bagian penjualan obat dan ruang tunggu pasien.

Obat-obat yang dijual sangat banyak jenisnya. Menariknya, kasir yang menghitung pembayaran masih menggunakan sempoa (alat hitung tradisionil Cina) untuk menghitung. Apoteker yang merinci takaranpun menggunakan timbangan tangan. 

Suasana di ruang tunggu sinshe sangat ramai. Pasien saling berbicara satu sama lain. Yang mereka bicarakan tidak jauh dari penyakit yang mereka derita. Sayapun mencoba mengobrol dengan pasien di sebelah kiri dan kanan saya.

Pasien-pasien sinshe ternyata mempunyai penyakit yang berbeda-beda. Sebagian besar menderita penyakit serius dan sudah berobat ke rumah sakit selama bertahun-tahun  tetapi hasilnya tidak sesuai harapan.  Separuh dari mereka adalah orang-orang Cina yang tinggal di sekitar daerah Glodok.

Separuhnya lagi adalah bukan orang Cina dan tinggal jauh dari Glodok, bahkan ada beberapa yang dari luar kota. Ternyata sinshe ini cukup populer di dunia pengobatan herbal. Beberapa dari pasien beralih ke pengobatan herbal karena sudah terlalu lama berobat ke dokter dan selalu membawa pulang sekantong obat.

Mereka  khawatir jika obat-obat yang selalu mereka minum itu akan membuat kesehatan mereka semakin buruk. Lain halnya dengan bayi-bayi yang datang berobat. Kebanyakan hanya sakit batuk, pilek atau demam. Rupanya ibu dan nenek si bayi sudah sejak dulu menjadi pasien sinshe, sehingga untuk penyakit ringanpun si bayi langsung dibawa ke sinshe. Selain itu, sinshe mengizinkan bayi-bayi untuk langsung diperiksa tanpa mengantre

Setelah 3 jam menunggu, tiba giliran saya diperiksa. Sinshe menanyakan keluhan saya dan memeriksa luka-luka di tangan dan kaki saya. Ia memeriksa dengan teliti, tidak terburu-buru walaupun banyak pasien yang menunggu giliran. Pertanyaan-pertanyaan sayapun dijawabnya dengan jelas. Bagi saya, yang dilakukan oleh sinshe itu sama saja dengan dokter.

Sinshe memberikan saya resep yang ditulis dengan huruf kanji. Resep itu langsung saya bawa ke toko obat di bagian depan toko. Apoteker langsung mengambil bahan-bahan ramuan herbal untuk saya, lalu menimbang dengan timbangan kecil jadul dari besi. Timbangan itu pasti bikin sirik para kolektor barang antik.

Saya menanyakan apakah jka ramuan herbalnya habis saya bisa langsung membeli lagi tanpa menemui sinshe. Ternyata bisa. Sayapun diajarkan cara merebus dan meminumnya.

Ramuan herbal harus direbus menggunakan wadah yang terbuat dari gerabah, keramik, atau stainless steel.
Merebus herbal memakai wadah dari besi dan aluminium akan berbahaya karena saat merebus wadah tersebut akan mengeluarkan  zat-zat berbahaya yang terkandung dalam  besi dan aluminium dan bisa mencemari ramuan yang sedang dibuat. Air dari ramuan yang terkontaminasi zat-zat berbahaya akan menjadi biru.

Menuruti saran dari apoteker, saya membeli 2 bungkus ramuan herbal sesuai resep. Setiba di rumah,  bungkus ramuan itu saya buka. Isinya berbagai macam daun-daun kering, sejenis kulit pohon yang dikeringkan dan ada juga seekor kumbang yang sudah kering. Selain ramuan herbal, saya juga mendapat salep gatal 1 tube besar.

Tanpa melihat berlama-lama (khawatir menjadi jijk dan tidak jadi meminumnya) ramuan itu langsung saya rebus dengan 3 gelas air sampai menjadi segelas air saja. Selama direbus, bau jamu metebak ke seluruh rumah, bahkan sampai ke rumah tetangga kiri kanan.  Setelah disaring, cairannya ternyata berwarna hitam pekat dan kental.

Setelah ramuan itu menjadi hangat, saya cepat-cepat meminumnya sambil mengucap bismillah. Bagamana rasanya? Wow, fantastis! Maksudnya, perpaduan antara rasa sangat pahit  dan aroma jamu yang menyengat. Karena sudah niat ingin sembuh, saya berhasil meminumnya sampai habis.

Ampas ramuannya bisa direbus  sampai 2 atau 3 kali lagi untuk diminum pagi dan sore. Setelah 2 bungkus ramuan itu habis, saya mennggu reaksinya. Apa yang terjadi? Ternyata penyakit gatal saya tidak berkurang sama sekali. Sayapun kembali ke toko obat itu dan membeli 2 bungkus ramuan lagi.

Ramuan herbal yang baru telah saya habiskan tapi penyakit saya belum sembuh juga. Bagian yang luka masih belum kering, bagian yang gatal masih harus digaruk. Saya tidak habis pikir. Mana khasiat ramuan herbal yang didatangkan khusus dari Cina itu? Sudah minumnya penuh perjuangan, hasilnya tidak ada.

Saya sudah putus asa. Tidak mau beli ramuan lagi. Salep gatal yang masih tersisa  saya teruskan memakainya. Sebisa mungkn saya tahan semua rasa gatal tanpa digaruk, supaya tidak menjadi luka. Seminggu berlalu sejak ramuan saya habis. Dua minggu berlalu.

Liburan sudah hampir selesai dan saya harus kembali ke Solo. Setelah 2 minggu lebih saya baru sadar kalau luka-luka di tangan dan kaki saya sudah tidak berair lagi. Gatal-gatal di wajah dan hampir seluruh badan mulai berkurang. Seminggu berikutnya semua luka sudah kering dan sembuh, semua rasa gatal sudah hilang.

Saya terheran-heran. Kenapa setelah saya berhenti meminum  obatnya, penyakit saya malah sembuh? Teman yang menyuruh saya ke sinshe mengatakan, memang begitu cara kerja ramuan herbal. Membersihkan darah dari dalam perlahan-lahan. Hasilnya tidak instan seoerti obat dokter tapi bertahan lama. Alhamdulillah, ternyata pertolongan Allah datang melalui tangan sinshe itu.

Jika dibandingkan dengan biaya yang sudah saya keluarkan untuk ke dokter kulit berkali-kali, biaya berobat ke sinshe sangat murah. Setelah diperiksa, kita hanya perlu memasukkan amplop berisi uang seikhlasnya ke dalam sebuah kotak. Ramuan herbal dan salepnya juga tidak mahal, harganya jauh di bawah obat yang diresepkan oleh dokter kulit.

Penyakit alergi saya tidak pernah datang lagi sampai saat ini. Kalau sedang banyak pikiran, kadang-kadang masih terasa gatal di tangan atau kaki. Biasanya saya diamkan saja dan berusaha tidak terlalu memikirkannya.

Saya ingat dokter kulit yang mengobati saya dulu mengatakan bahwa penyakit alergi tidak bisa disembuhkan, hanya bisa dihindari penyebabnya. Alergi akan bertambah parah jika dipicu oleh stres. Bukankah semua penyakit juga begitu? Akan bertambah parah jika kita banyak pikiran.

Kita harus berusaha santai menghadapi segala masalah, berpikir positif, makan makanan sehat dan rutin berolah raga. Itu nasehat dari dokter kulit saya dahulu yang ternyata sukses membuat penyakit alergi saya tidak kambuh lagi.

Mudahkan melakukan semua itu? Tentu tidak. Banyak sekali godaan untuk melanggarnya. Sampai sekarang saya masih terus berusaha   menjalaninya perlahan-lahan demi hidup yang lebih sehat dan bebas alergi.



Komentar

Posting Komentar