Ada yang setuju dengan judul tulisan di atas? Emang bener jadi penulis itu enak? Kalau ada yang nggak percaya, saya punya beberapa fakta berikut ini,
1. Menulis Tidak Memerlukan Bakat.
Nggak percaya? Mau protes? Perlu bukti? Arswendo Atmowiloto dalam bukunya yang berjudul "Mengarang itu Gampang" mengatakan bahwa untuk menulis itu hanya dibutuhkan bakat sebanyak 1%, yang 99% adalah usaha yang terus-menerus dan pantang menyerah. Jadi kalo ada yang bilang, "Pantesan tulisanku nggak pernah dimuat, emang aku nggak punya bakat nulis". Percayalah, itu tidak benar, itu hoax.
2. Menulis Tidak Butuh Waktu dan Tempat Khusus
Kalau pekerjaan lain butuh waktu dan tempat khusus, tidak demikian dengan menulis. Menulis bisa dilakukan sambil nunggu masakan mateng di dapur, ngawasin anak bikin PR atau sambil ngelonin anak yang mau tidur. Bisa juga sambil ngantre di Puskesmas, di depan sekolah anak waktu jemput atau di depan warung ayam favorit yang ngantrenya gila-gilaan.
3. Menulis Tidak Kenal Usia
Profesi sebagai penulis tidak dibatasi oleh usia, bisa ditekuni oleh anak kecil ataupun orang lanjut usia. Memulai karir sebagai penulis juga bisa dilakukan kapan saja, saat masih bersekolah, sesudah berumah tangga ataupun sesudah pensiun dari bekerja.
4. Menulis Membuat Hati Senang
Coba aja kalo hati lagi kesal karena ribut sama suami, anak nggak mau nurut atau merasa kesindir gara-gara baca status orang (heuuu....), coba luapkan dengan menulis. Tulisan yang dibuat dengan kesedihan yang mendalam bisa sangat mengaduk emosi pembaca, lho! Cobain aja kalo nggak percaya! Pasti hasilnya lebih bagus daripada terpancing untuk ngebales status orang yang nggak jelas.
Selain membuat hati senang, bagi sebagian orang menulis bisa membuat sakaw (ketergantungan, seperti pada pecandu). Jika sedang menulis tiba-tiba terpotong karena anak menangis, ada tamu atau urusan lain kemudian jadi tidak bisa melanjutkan lagi, akan timbul efek sakaw seperti bingung, tidak tahu harus ngapain, planga-plongo.....persis seperti orang sakaw.....efek ini baru hilang setelah bisa kembali nulis lagi.
5. Menulis Sebagai Ladang Amal
Dengan menulis kita bisa membagi pengetahuan kepada orang lain. Tidak harus yang canggih-canggih, hal-hal sederhana juga bisa bermanfaat. Misalnya saja, cara mengatasi demam pada anak, cara membuat kue yang bisa dijual atau cara mengajarkan anak menggunakan gawai dengan bijak. Sesuatu yang kita anggap sederhana bisa saja sangat bermanfaat bagi orang lain.
6. Menulis Sebagai Terapi
Penelitian sudah membuktikan bahwa menulis bisa digunakan sebagai terapi. Karena menulis bisa menenangkan jiwa, maka bisa digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Bukankah penyebab terbesar dari penyakit yang diderita seseorang bersumber dari pikiran?
7. Profesi Sebagai Penulis Terdengar Keren
Suatu fakta bahwa profesi sebagai Penulis terdengar keren, paling tidak lebih keren dari profesi lain, misalnya tukang kue. Ntar dulu, emak-emak tukang kue jangan marah duluuu....soalnya saya juga tukang kue. Biarpun penghasilan dari terima pesanan kue lebih besar dari honor menulis, tapi harus diakui bahwa sebutan sebagai penulis terdengar lebih keren. Yah, namanya juga baru-baru jadi penulis. Kalo nanti udah sukses (mudah-mudahaaan....) Insha Allah hasil dari menulis bakalan lebih besar dari terima pesanan kue.
8. Menulis untuk Mendapat Penghasilan
Ini sih tidak perlu diragukan lagi. Kalo nggak percaya, tanya tuh sama emak-emak berdaster yang udah menjadi kaya dari menulis. Mungkin tadinya hasilnya cuma cukup buat beli sebatang lipstik, tapi sekarang udah bisa beli satu truk lipstik. Lihat aja penulis-penulis top seperti Habiburrahman El Shirazi, Tere Liye atau Dewi Lestari yang penghasilannya dari menulis udah berember-ember (ber M M maksudnya.....). Di luar negeri jugs ada J.K. Rowling, seorang single mother yang buku Harry Potternya udah super laris sampai ke seluruh dunia..
Di beberapa grup menulis yang saya ikuti, banyak sekali emak-emak penulis yang udah ngerasain punya uang banyak dari menulis. Keren kan bisa punya penghasilan sendiri dan bukan dapat dari suami? Kalo uang sendiri kan nggak perlu dipertanggungjawabkan. Mula-mula emang cuman bisa beli lipstik, lama-lama bisa beli smartphone, laptop, malah bisa buat kuliah S2 atau S3. Keren kan?
Jelek-jelek begini saya juga udah pernah ngerasain dapat uang dari menulis. Tahun 1991, zaman belum ada internet, saya pernah ikut Lomba Menulis untuk Sekretaris dan Wanita Bekerja, yang diadakan oleh majalah Femina. Membuat semacam cerita pendek dan lucu saat bekerja.
Alhamdulillah saya dapat hadiah untuk 10 pemenang penghargaan. Itu juga udah sueneeeng banget, pertama kali ngirim tulisan. Hadiahnya cuma 150 ribu. Bisa beli apa? Eits, jangan salah, uang segitu pada zaman itu bisa nraktir makan 10 orang di restoran Hanamasa.
Sebelumnya, tahun 1983 saya juga nulis resep favorit untuk majalah Femina dan dapat honor 25 ribu, nulis tips dapur di rubrik Aduhai di majalah Kartini dan dapat honor 15 ribu. Zaman dulu mah uang segitu gede banget, apalagi buat mahasiswa anak kos. Bisa buat makan setengah bulan!
Semudah itukah menghasilkan uang dari menulis? Tentu tidak. Perlu kerja keras dan semangat pantang menyerah yang tidak mudah patah. Seperti kata pepatah, sebuah perjalanan panjang dimulai dari sebuah langkah kecil. Bagaimana supaya cepat berhasil? Lagi-lagi kata Arswendo Atmowiloto, caranya dengan terus nulis, nulis, dan nulis. Jangan cuma dipikir doang!
Kapan bisa disebut sebagai penulis? Kata Om Wendo lagi, " Kalau sudah membuat tulisan yang bisa dibaca banyak orang, ya penulislah namanya! Apalagi kalau bukan?"
Ada lagi satu penyakit yang bikin seseorang gagal menjadi penulis (dan juga profesi lain), yaitu suka menunda-nunda. Nundanya ini kadang kebangetan, bisa berbulan-bulan, bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, kayak saya (tepok jidat, ngomong sama diri sendiri).
Di grup menulis sering ada yang nanya sama penulis senior, "Perlu berapa lama menulis atau ngeblog agar bisa menghasilkan uang?" Jawabannya sangat beragam dan dari situ saya bisa mengambil kesimpulan bahwa berapa lamanya itu sangat tergantung dari seberapa keras usaha kita. Yang lebih penting lagi, kalo udah nulis buanyaaak banget, harus pede untuk ngirim ke mana gitu......kalo nggak dikirim kapan mau dimuat?
Resolusi tahun baru saya (kalo bisa mulai sekarang) harus lebh rajin menulis, lebih rajin belajar dari tulisan para senior dan lebh rajin juga kirim tulisan kemana-mana. Mudah-mudahan dalam waktu dekat saya bisa menghilangkan tulisan "pemula" dari sebutan penulis pemula yang dengan pedenya saya sebutkan kalo ada yang nanya soal pekerjaan saya.
Komentar
Posting Komentar