Nikmati Sensasi Belanja Murah di atas Skybridge Tanah Abang

Skybridge atau Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang sudah dibuka untuk umum sejak bulan Oktober 2018, tetapi saya baru sempat mendatanginya hari Sabtu, tanggal 23 Maret yang lalu. Sudah cukup banyak cerita dari teman-teman yang berbelanja ke sana dan rasanya kaki ini sudah sangat gatal ingin mencoba sendiri.
Buat kalian yang belum tahu, JPM ini adalah jembatan penyeberangan raksasa yang menghubungkan antara stasiun kereta Tanah Abang dengan seluruh blok-blok di pasar Tanah Abang. Jika sebelumnya kita harus berjalan kaki cukup jauh di bawah terik matahari dari pasar Tanah Abang menuju stasiun kereta ataupun sebaliknya, saat ini perjalanan kita menjadi lebih mudah dengan menggunakan skybridge atau JPM ini.
Dengan dibangunnya JPM, maka ratusan pedagang kaki lima yang tadinya berdagang di sepanjang jalan sekitar pasar terpaksa mengalah dan menutup usaha mereka. Setelah jembatan berdiri, mereka mendapat tempat untuk berjualan di atasnya, walaupun tidak semuanya beruntung memenangkan undian untuk bisa menempati lapak di sana.
Mengapa para pedagang sangat antusias berebut lapak? Apakah peluang larisnya dagangan mereka cukup besar? Tentu saja. Stasiun kereta Tanah Abang adalah salah satu stasiun besar yang menghubungkan orang-orang yang tinggal di daerah Tangerang dan Cilegon untuk beraktivitas di Jakarta setiap hari. Demikian pula dengan orang-orang yang menggunakan kereta melalui stasiun Tanah Abang dengan tujuan untuk berbelanja di seluruh blok-blok di pasar Tanah Abang.
Apakah saya datang ke pasar Tanah Abang dengan menaiki kereta api sehingga terpaksa melewati jembatan raksasa itu? Tentu tidak. Saya sengaja menaiki jembatan itu semata-mata untuk membuktikan cerita dari semua teman yang sudah ke sana mengenai betapa serunya berbelanja di atas jembatan. Saya adalah seorang maniak belanja di pedagang kaki lima (PKL) mana saja dan sudah lama merasa kesulitan untuk mencari PKL pasar Tanah Abang yang letaknya sudah terpencar-pencar. Dengan dipindahkannya mereka ke atas jembatan, sungguh suatu pemandangan yang sangat indah.Rasanya
kurang seru juga kalau harus bertualang di pasar Tanah Abang seorang diri, maka saya mengajak sohib saya, Ani, Indriani Ibrahim, seorang PKL lover juga, untuk menemani saya berbelanja. Saya mengajak dia bukan tanpa alasan, reputasinya di bidang tawar-menawar dan merayu pedagang untuk menurunkan harga tidak perlu diragukan lagi.
Di hari Sabtu yang sangat panas itu, kami tiba di pasar Tanah Abang pukul 11 siang. Tujuan pertama adalah menuju blok B yang terletak paling depan. Blok B ini mempunyai bangunan yang bersebelahan dengan Blok A di bagian depan dan menyambung di bagian dalamnya. Baru saja masuk ke lobby lantai dasar, mata kami sudah dihadang oleh deretan baju gamis wanita cantik bermotif bunga-bunga, bahannya dari katun yang menyerap keringat.
Yang membuat kami mendekati baju-baju gamis itu sebenarnya adalah kerumunan emak-emak yang menyemut di depan penjual di emperan toko itu. Biasa dong, emak-emak, kalau lihat kerumunan yang pada berebut baju pasti langsung bergabung. Warna bajunya juga nggak nahan, cantik-cantik banget! Yang lebih menggoda lagi, sodara-sodara, tau nggak, apanya? Yak betul, harganya. Sepotong baju gamis bunga-bunga itu harganya cuma 50 ribu, nggak usah pake nawar, karena nggak bakalan boleh. Walaupun tujuan kami sebenarnya adalah menuju ke deretan PKL di skybridge, tapi siapa yang bisa melewatkan godaan sejahat itu.
Kami terus berjalan di dalam blok B sampai menuju ke bagian paling belakang, tentu saja sambil tetap tengak-tengok kiri kanan. Setelah tiba di bagian akhir blok B, ada pintu menuju blok F, yang merupakan penghubung untuk ke jembatan. Di dalam blok F, jalan lumayan berbelok-belok. Untunglah ada tanda panah bertuliskan “Arah Stasiun Kereta” yang kemungkinan dibuat oleh para pedagang di blok F itu diatas kertas karton seadanya dengan tulisan tidak rapi. Semoga yang membuatnya mendapat balasan dari Allah karena telah memudahkan orang-orang seperti kami yang cukup bingung karena belum pernah ke sana.
Sampai di akhir blok F, masih ada jalan panjang yang dipenuhi deretan toko-toko yang kelihatan mewah tapi masih kosong. Saya membayangkan pasti nantinya toko-toko itu akan terisi penuh dan akan semakin banyak orang berlalu-lalang. Setelah jalan panjang itu, barulah ada jembatan panjang yang tidak begitu lebar untuk menuju ke skybridge yang kami tuju. Di akhir jembatan penghubung itu, tibalah kami di tujuan.
Ternyata, jembatan itu sangat panjang dan juga lebar. Para pedagang berderet menghadap ke dua sisi, kiri dan kanan, saling memunggungi. Jika kita berbelanja di deretan pedagang di sisi kiri, tidak bisa melihat ke pedagang di sisi kanan. Dengan kata lain, jika ingin menjangkau seluruh pedagang, kita harus berjalan melewati seluruh sisi kiri sampai ke ujung, lalu memutar balik dan melewati seluruh sisi kanan.
Begitu melihat ratusan pedagang yang memadati jembatan ituTernyata, jembatan itu sangat panjang dan juga lebar. Para pedagang berderet menghadap ke dua sisi, kiri dan kanan, saling memunggungi. Jika kita berbelanja di deretan pedagang di sisi kiri, tidak bisa melihat ke pedagang di sisi kanan. Dengan kata lain, jika ingin menjangkau seluruh pedagang, kita harus berjalan melewati seluruh sisi kiri sampai ke ujung, lalu memutar balik dan melewati seluruh sisi kanan.
rasa senang kami tidak bisa digambarkan. Biasanya, kami berbelanja pada PKL di trotoar atau bahu jalan yang sumpek dan semrawut, dengan resiko badan kita tersenggol angkot-angkot yang berseliweran. Kapan lagi bisa berbelanja di deretan PKL senyaman ini? Mulailah terjadi kenorakan di antara kami berdua, memilih barang-barang yang terhampar dengan naluri pemburu. Melihat sebuah tunik cantik dari katun berwarna kuning cerah, Ani langsung berkomentar, “Iiih ... yang ini bagus banget sih, warna kesukaan Ani

“Nanti dulu, kita kan belum lihat yang lain.”
"Biar aja, kita tanya dulu yang ini harganya berapa.”
Setelah terjadi tawar-menawar cukup seru antara Ani dengan Mas-mas penjualnya, akhirnya tunik kuning itu berhasil kami angkut dengan harga 50 ribu saja. Kami berjalan lagi mencari sasaran. Harga barang-barangnya cukup murah. Ada berbagai daster batik aneka model dan motif dengan harga seratus ribu untuk 3 potong, ada juga yang 4 potong. Sepatu wanita berhak datar berbagai model hanya dihargai 30 ribu sampai 50 ribu saja.
Kita juga bisa membeli celana legging dewasa ukuran sedang dengan harga hanya 20 ribu, sedangkan yang jumbo 25 ribu. Ada juga tas wanita berbagai model seharga 25 ribu dan 35 ribu, termasuk juga tas pesta. Kerudung wanita langsung pakai dengan berbagai renda dan rempel hanya dihargai 25 ribu. Blus dan baju gamis muslim berharga antara 35 ribu sampai 85 ribu. Semacam bandana lebar berbahan kaus 4 warna untuk dipakai di dalam kerudung berharga 20 ribu untuk 3 buah.
Buat yang punya anak kecil atau balita, pilihan pakaian juga sangat banyak. Rok dan celana jeans untuk anak mulai dari bayi dan balita dengan aneka model yang lucu dan menarik, dengan aksen renda dan berbagai hiasan. Harganya cukup terjangkau, satu stel baju anak balita dihargai mulai dari sekitar 50 ribu. Daster batik untuk bayi dan balita juga modelnya dibuat seperti orang dewasa, dengan rempel dan renda-renda yang sangat imut.
Sedang asyik berbelanja, tiba-tiba Ani masuk ke sebuah toko yang dari luar terlihat sangat berkilau penuh dengan barang-barang aksesoris dengan efek bling-bling. Saya tidak sanggup ikut masuk ke dalam karena melihat ramainya emak-emak yang memadati toko kecil itu. Mereka sibuk memilih kalung, gelang, anting dan aneka bros mulai dari yang sangat kecil sampai sangat besar seperti telur ceplok. Ani keluar dari toko itu setelah sukses membeli bros untuk disematkan di dagu seharga 10 ribu untuk 3 buah.
Modelnya sangat cantik dengan kilauan permata dari kristal swarovski (tentu saja yang KW).
Setelah kaki kami cukup pegal berjuang menyusuri deretan pedagang di sana, barulah terasa lapar. Sayang sekali di jembatan itu tidak ada tempat makan khusus untuk pengunjung agar bisa makan dengan nyaman, hanya ada penjual berbagai kue. Ada juga penjual aneka lauk dan sayuran matang tetapi kita harus duduk makan dengan kursi plastik tanpa meja. Kami tidak jadi makan di situ. Akhirnya selesai juga acara belanja kami di jembatan itu dengan hati senang menenteng beberapa tas plastik tetapi perut masih lapar,
Saat mencari jalan keluar lagi menuju blok A dan B, saya ingat seorang teman dari grup menulis pernah mengatakan bahwa ada soto betawi yang sangat maknyus di blok F lantai 5, di sebelah parkiran motor. Kesanalah kami menuju, namanya R.M. Simpati. Ternyata teman saya itu benar, soto betawinya sangat enak, kuahnya sedap dan dagingnya empuk dan banyak. Sangat recommended buat kalian yang sedang berbelanja di Tanah Abang, harga soto plus nasi hanya 26 ribu. Sayang sekali saya lupa siapa nama teman yang dulu memberi tahu tempat makan itu. Kalau kamu baca tulisan ini, terima kasih banget lho, sotonya uenaaak tenan.
Setelah makan kami masih berjalan-jalan di blok A dan B pasar Tanah Abang. Banyak sekali gamis-gamis cantik untuk ke pesta dengan harga sekitar 150 ribu (belum ditawar) yang sangat cantik, bertabur renda, bordir dan payet. Yang tidak suka model baju yang terlau ramai juga banyak model lain yang lebih sederhana tapi terlihat mewah. Kebaya-kebaya modern untuk pesta juga sangat menarik dengan harga mulai seratus ribuan.
Kabar baik bagi yang punya ukuran badan besar, di pasar Tanah Abang banyak tersedia pakaian wanita dengan ukuran 3XL hingga 6XL. Untuk ukuran ekstra besar, biasanya harganya sedikit lebih mahal. Buat yang lebih suka menjahitkan baju pada penjahit, ada baiknya melihat-lihat aneka model pakaian di Tanah Abang, sekadar untuk mencari inspirasi model yang sedang in. Penjualnya juga tidak keberatan jika kita memotret pakaian yang dijual.
Menjelang sore barulah kami keluar dari blok A dan B pasar Tanah Abang dengan tentengan yang semakin berat. Baru sampai di jalan, deretan penjual kue-kue dan buah-buahan juga sulit untuk dilewatkan. Ada peyek, rangginang, kue kembang goyang, keripik singkong pedas dan masih banyak lagi. Bertambah lagi barang bawaan kami. Di sekitar pasar Tanah Abang ini, banyak terdapat penjual buah-buahan baik lokal maupun impor. Harganya lebih murah daripada di supermarket. Untuk buah impornya ada leci, plum, jeruk santang tanpa biji, delima Mesir dan anggur hitam yang sangat manis.
Saya juga melihat ada sejenis anggur yang disebut anggur kurma. Buahnya berwarna hitam dan berbentuk bulat panjang seperti kurma. Rasanya sangat manis, harga per kilonya sekitar 50 ribu. Jika kita membeli buah pada sore hari, biasanya harganya sudah lebih murah.
Ketika mencari kendaraan untuk pulang, baru timbul masalah. Ketika berangkat dari rumah saya di seberang Mal Kota Kasablanka (Kokas), kami cukup naik bus Trans Jakarta bertarif Rp, 3.500,- per orang. Ternyata setelah sore bus itu susah didapat. Setelah menunggu cukup lama tanpa hasil, saya mengusulkan, “Ani, kita naik taksi online aja, yuk. Biasanya cuma 30 atau 35 ribu.”
“Iya deh, daripada kelamaan nunggu. Coba pesan ya. Astaga, ongkosnya 65 ribu! Kenapa mahal sekali?”
“Oh iya, ini kan udah di atas jam 4 sore, memang lagi mahal-mahalnya,”
“Jadi gimana nih, pesan atau nggak?”

“Gimana ya? Sayang juga sih, uang segitu bisa dapat dua potong kerudung.”
“Iya juga. Ya udah, kita naik angkot aja deh, dua kali. Satu orang cuma bayar 10 ribu.”
“Ayo langsung naik, tuh angkotnya.
Akhirnya melompatlah kami ke dalam angkot yang lewat. Menjelang jalan Sudirman, kami pindah ke angkot lain menuju Mal Kokas. Tidak sampai setengah jam, kami sudah tiba di rumah. Selamatlah uang 65 ribu kami. Masak iya, ongkos pulang ke rumah lebih mahal dari harga sebuah baju gamis?








x

Komentar